Di bidang penguasaan teknologi pesawat terbang, Indonesia telah terkenal
sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memproduksi dan
mengembangkan pesawat sendiri. Walaupun di bidang pemasaran produksi
pesawatnya sendiri harus kita akui kita masih kalah bila dibandingkan
dengan Brazil, yang mengembangkan EMBRAER dan memasarkannya ke seluruh
dunia.
Akan tetapi, beberapa tahun belakangan ini, beberapa negara mulai
mengalihkan perhatiannya ke pesawat buatan Indonesia, sebut saja
Malaysia, Pakistan, UAE, Philipina, dan Korea Utara, serta beberapa
negara lainnya. CN-235 tampaknya akan mendapatkan pangsa pasar yang
lebih luas di beberapa tahun kedepan setelah lebih banyak negara yang
sadar akan kehandalannya. Malaysia sendiri berencana memesan 4 pesawat
tambahan untuk menambah jumlah pesawat CN-235 yang sudah mereka miliki.
Apalagi dengan kejadian jatuhnya pesawat MA-60 milik PT Merpati
Nusantara Airlines buatan Xi’an Aircraft International Company semakin
menuai opini : " Kenapa kita tidak menggunakan pesawat produksi dalam
negeri saja ? ". Padahal banyak laporan yang melansir bahwa harga
pesawat China malahan terlalu mahal dibanding produksi dalam negeri,
apalagi ditambah kualitas barang yang patut dipertanyakan, bahkan ada
isu yang berkembang bahwa pembelian pesawat China tersebut dibumbui
unsur KKN (perlu dicheck ulang kontraknya ?, itu pun perkataan banyak
media massa).
Nah, sebetulnya untuk kelas pesawat yang sama, PT. DI sendiri juga telah
memiliki jenis pesawat CN 235 yang kompetitif, sudah teruji
kehandalannya dan terpakai oleh beberapa negara dunia, termasuk
diantaranya Amerika. Apalagi dengan bebagai prototipe yang lain yang
dahulu maupun yang akan datang telah dikembangkan. Terlepas dari unsur
politik dan kebijakan, perlu kita ketahui pesawat-pesawat buatan
Indonesia yang saat ini tengah dipasarkan dan dikembangkan karena masih
berupa prototype yang sudah lulus uji aerodinamika.
1. Pesawat N-2130
N-2130 adalah tipe pesawat jet yang hendak dikembangkan PT Industri
Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada masa jaya perusahaan tersebut di
pertengahan 1990-an. Pengembangan pesawat jet komuter dengan jumlah
penumpang antara 80–130 orang itu mungkin terinspirasi pesawat yang
dikembangkan perusahaan pesawat terbang Brasil,Embraer. Bedanya, Embraer
sekarang ini menghasilkan pesawat Embraer Regional Jet (ERJ) yang
banyak digunakan perusahaan penerbangan Amerika Serikat (AS), terutama
untuk shuttle flight pada jalur-jalur padat Boston, New York, Washington
DC, dan Miami.
Adapun N-2130 ternyata hanya menjadi mimpi karena terkubur krisis
moneter 1998. Sebagai rentetan krisis tersebut, pemerintah harus
menghentikan bantuan kepada IPTN sebagai bagian kesepakatan dengan Dana
Moneter Internasional (IMF). Hari ini, lebih dari 10 tahun sejak krisis
moneter, kita berada pada posisi yang jauh lebih baik dan siap untuk
menghidupkan kembali proyek tersebut.
Ada beberapa alasan kuat untuk itu. Pertama, Indonesia sudah berkembang
menjadi kekuatan ekonomi yang patut diperhitungkan. Dalam krisis global
baru-baru ini, Indonesia berhasil untuk tetap menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang moderat bersama China dan India. Perkembangan tersebut
membuat Indonesia masuk dalam radar perekonomian global.
Ini berarti apa yang diproduksi Indonesia mulai diperhitungkan
perusahaan penerbangan di luar negeri. Kedua, perkembangan tersebut juga
memperkuat daya beli rakyat dan dunia usaha Indonesia. Jika 12 tahun
lalu hanya Garuda dan Merpati yang menjadi perusahaan penerbangan
nasional, sekarang banyak perusahaan penerbangan yang mampu membeli
pesawat dalam jumlah besar.
Perkembangan traffic dan jumlah penumpang pesawat terbang melonjak
sehingga sangat layak jika industri pembuat pesawat terbang akan
kecipratan berkah di tahun-tahun mendatang, menurut perkiraan Compliance
Services Indonesia. Ketiga, dalam keadaan terjepit pun PT IPTN, yang
kini bermetamorfosis menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), mampu
memasarkan produk ke pelanggan di luar negeri. Korea Selatan sudah
membeli beberapa pesawat CN 235, termasuk empat di antaranya yang
merupakan pesanan Departemen Pertahanan Korea Selatan untuk patroli
maritim.
Demikian juga dengan Malaysia, Thailand,Pakistan,dan Turki. Korea
Selatan, Malaysia, dan Pakistan bahkan telah membeli pesawat jenis CN
235 untuk digunakan sebagai pesawat kepresidenan. Keempat, PT DI pada
2009 mulai berhasil mencetak laba. Perolehan pendapatan tersebut
diperkirakan semakin besar pada 2010 dengan adanya pesanan 10 helikopter
untuk Angkatan Udara dan Basarnas serta pesanan tiga pesawat CN 235–200
MPA untuk menggantikan pesawat Nomad Angkatan Laut Indonesia.
Ini membuktikan restrukturisasi perusahaan tersebut mulai berhasil dalam
meningkatkan efisiensi. Kelima, Indonesia sudah lulus dari program IMF.
Ini berarti Indonesia memiliki kebebasan penuh untuk mengembangkan
kembali cita-cita. Saya yang pernah bekerja di IMF selama lima tahun
sangat memahami bahwa tidak ada dari lembaga internasional tersebut yang
dapat mencegah kita melakukan hal tersebut.
Keenam, kemampuan keuangan pemerintah.Keuangan pemerintah sekarang
sangat kuat. Kecilnya defisit APBN maupun rasio utang terhadap produk
domestik bruto (PDB) merupakan ukuran internasional yang menunjukkan
kekuatan kita. (Tulisan saya pekan lalu,“Utang Pemerintah dalam
Perekonomian Global”, menjelaskan hal tersebut). Sekarang ini pemerintah
memiliki uang tunai yang jumlahnya sekitar Rp200 triliun. Uang tersebut
setiap kali justru semakin bertambah dan bukannya berkurang.
Untuk pengembangan N–2130, pemerintah perlu memastikan keekonomiannya
dan sangat mungkin memberikan bantuan. Terlebih lagi jika PT DI mampu
menunjukkan laba kembali dalam dua tahun ke depan, bukan hanya perbankan
yang akan berebut untuk memberikan pembiayaan, pasar modal pun akan
terbuka lebar untuk menerima penawaran saham perdana (IPO) PT DI.
Ketujuh, alasan idealisme.
Begitu banyak tenaga ahli penerbangan Indonesia eks IPTN yang sekarang
ini berdiaspora di luar negeri. Mereka mampu mengembangkan keahliannya
dan diakui oleh raksasa industri penerbangan di Amerika, Eropa maupun
negara-negara lain, sedangkan kesempatan untuk mengembangkan industri di
Tanah Air sebetulnya juga terbuka lebar. Berdasarkan hal-hal tersebut,
yang daftarnya juga bisa diperpanjang, merupakan suatu kesia-siaan
membiarkan PT DI berjuang sendiri.
Sebagai perusahaan, dengan keuntungan yang dihasilkan saat ini,mereka
jelas akan mampu berkembang. Namun kecepatan pertumbuhan mereka akan
sangat rendah tanpa ada keberpihakan pemerintah. Pemerintah dapat mulai
membantu PT DI dengan menghidupkan kembali pesawat N250 yang sudah
menghasilkan prototipe, bahkan sudah pula hadir dalamAir Show di Eropa
sebelum krisis moneter 1998.
Pesawat yang sekelas dengan ATR 42 dan salah satu varian dari Embraer
tersebut memiliki potensi yang sangat besar bagi penggunaannya di
Indonesia yang memiliki banyak bandara berlandasan pendek. Seiring
pengembangan N250, riset dan pengembangan produk pesawat N-2130 mulai
dapat diintensifkan.
Dengan kerangka waktu lebih tertata, kita bisa mengharapkan bahwa dalam
tiga-empat tahun ke depan, kita sudah memiliki gambaran untuk melihat
prospek yang lebih jelas bagi pesawat tersebut. Visi 2025 pemerintah
jelas, yaitu menginginkan Indonesia menjadi negara maju di tahun
tersebut. Let’s just do it. Marilah kita mengisi visi tersebut dengan
segenap kemampuan kita. Jika Brasil bisa, kenapa kita tidak?
2. Pesawat N-250
Prototipe pesawat N250 sendiri pernah terbang menuju Le Bourget Perancis
untuk mengikuti Paris Air Show. Penampilan perdana pesawat N250
tersebut menggetarkan lawan-lawannya, karena merupakan pesawat yang
menggunakan teknologi fly by wire yang pertama dikelasnya. Pada saat
tersebut (dan juga sekarang) pesawat sekelas adalah ATR 42 yang
merupakan produksi pabrik pesawat Prancis ATR, Fokker F50, produksi
pabrik pesawat Fokker Belanda dan Dash 8, produksi pabrik pesawat De
Havilland (sekarang Bombardier) dari Kanada.
Pesawat N250 murni merupakan rancang bangun anak bangsa. Setelah
melewati fase-fase yang panjang sejak didirikannya tahun 1976, PTDI
awalnya membuat pesawat dan helikopter dengan lisensi dari perusahaan
pesawat lainnya. Pesawat C212 merupakan pesawat lisensi dari Casa
Spanyol yang juga di buat di PTDI, kemudian pengembangan dari pesawat
tersebut adalah NC212. Tahapan berikutnya adalah memproduksi pesawat
komersial yang lebih besar yang rancang bangunnya kerjasama dengan Casa
Spanyol yaitu pesawat CN-235 (bermesin 2 dan berpenumpang 35). Pesawat
CN235 diberi nama Tetuko, tokoh dalam pewayangan.
N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN atau
PT. DI sekarang. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan
bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau
bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri
penerbangan di Indonesia. Pesawat ini diberi nama gatotkoco (Gatotkaca).
Dan tahapan berikutnya adalah pesawat terbang N250 Gatot Koco yang murni
merupakan rancang bangun dari PTDI. Pesawat N250 dirancang mempunyai
kapasitas penumpang 50 orang. Kapasitas penumpang berkisar 50 memang
diprediksi akan menguasai pangsa pasar pesawat komersial. Diprediksi
waktu itu, kebutuhan pasar atas pesawat komersial antara 2000 – 2020
sekitar 8000 pesawat, dan diperkirakan 45% adalah pesawat sekelas N250.
Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas
50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya (saat
diluncurkan pada tahun 1995). Menjadi bintang pameran pada saat
Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini
dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997. Rencananya program
N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan
persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan perubahan di
Indonesia yang dianggap demokratis. Namun untuk mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan daya saing harga di pasar internasional,
beberapa performa yang dimilikinya dikurangi seperti penurunan kapasitas
mesin,dan direncanakan dihilangkannya Sistem fly-by wire.
3. Pesawat CN-235
CN-235 adalah pesawat angkut jarak sedang dengan dua mesin turbo-prop.
Pesawat ini dikembangkan bersama antara CASA di Spanyol and IPTN
(sekarang PT Dirgantara Indonesia) sebagai pesawat terbang regional dan
angkut militer. Versi militer CN-235 termasuk patroli maritim,
surveillance dan angkut pasukan. CN-235 adalah sebuah pesawat angkut
turboprop kelas menengah bermesin dua. Pesawat ini dirancang bersama
antara IPTN Indonesia dan CASA Spanyol. Pesawat CN-235, saat ini menjadi
pesawat paling sukses pemasarannya dikelasnya.
Desain & Pengembangan
CN-235 diluncurkan sebagai kerja sama antara CASA dan IPTN. Kedua
perusahaan ini membentuk perusahaan Airtech company untuk menjalankan
program pembuatan CN-235. Desain dan produksi dibagi rata antara kedua
perusahaan. Kerja sama hanya dilakukan pada versi 10 dan 100/110.
Versi-versi berikutnya dikembangankan secara terpisah oleh masing-masing
perusahaan.
Desain awal CN-235 dimulai pada Januari 1980, purnarupa pesawat terbang
perdana pada 11 November 1983. Sertifikasi Spanyol dan Indonesia didapat
pada tanggal 20 Juni 1986. Pesawat produksi terbang pertama pada 19
August 1986. FAA type approval didapat pada tanggal 3 Desemebr 1986
sebelum akhirnya terbang pertama untuk pembeli pesawat pada tanggal 1
Maret 1988. Pada tahun 1995, CASA meluncurkan CN-235 yang diperpanjang,
yaitu C-295
http://www.iniunik.web.id/2011/07/7-pesawat-indonesia-komersial-dan.html#ixzz1ROeplkr7