Tweet |
Oleh Najmi Haniva
Saat ini hatiku tengah sangat perih. Perih yang menyayat
hati. Perih karena belum juga membuat kedua orangtuaku bahagia. Apalagi
menjadi anak sholeh yang berbakti. Sungguh masih jauh. Lalu, bagaimana
aku bisa bermanfaat untuk kedua orangtuaku?
Aku masih terus meneror orangtuaku setiap kali telepon. Meminta uang.
Menumpahkan kemarahan dan keluh kesahku. Bersedih. Dan banyak lagi yang
kulakukan untuk membuat keduanya terbebani dan kesusahan. Sungguh tak
sanggup membeberkan segala kelakuan diri yang menyakiti orangtuaku.
Membuatku semakin perih.
Kesadaran mulai merayap dalam hatiku. Sadar akan cinta kasih keduanya
yang sangat melimpah padaku. Kesadaran yang hilang timbul. Kadang
membuncah seperti sekarang. Teringat semua yang mereka lakukan untukku.
Segala pengorbanan dan perjuangan untuk membuatku bahagia. Bagaimanalah
aku sering melupakannya.
Aku malah lebih sering mengobral janji dan berkata dusta. Bahwa aku
berusaha semangat untuk menyelesaikan kuliahku. Nyatanya aku
malas-malasan dan kadang putus asa. Bahwa aku akan lulus tahun ini.
Tapi, aku belum menunjukkan bukti yang lebih nyata. Ya Allah, sungguh
durhaka diriku...
Ibu selalu menasehati dan menenangkan aku. Tetapi diriku lebih sering
menampik dan tetap menggerutu. Tak sepenuhnya laksanakan nasehatnya.
Ibu berusaha membuatku tersenyum, tapi aku masih bersungut. Kenapa aku
tak rasakan kasih sayangnya yang besar padaku?
Karena hatiku beku. Ya, ketika itu hatiku sungguh mengeras oleh
maksiat dan dosaku. Terbelenggu masalah dunia. Melupakan hakikat hidup.
Hatiku jauh dari Allah.
Maka sekarang, aku bersyukur saat hatiku mulai meleleh. Melembut
karena kesadaran itu. Merasakan cinta kedua orangtuaku yang sangat besar
untukku. Kesadaran yang diberikan Allah. Agar aku ingat pada
keinginanku yang sering terkubur oleh cinta dan kesenangan dunia.
Keinginan untuk membahagiakan kedua orangtuaku.
Selama ini, aku masih belum bisa membuat orangtuaku bangga padaku,
sedikit saja. Menjadi anak yang berprestasi, bermanfaat di masyarakat,
atau sekedar baik lakunya sehingga disukai banyak orang. Apalagi
menyelamatkan kedua orangtuaku di akhirat.
Teringat segala pemberian keduanya, baik materi maupun kasih sayang
yang berlimpah padaku, hatiku semakin pilu. Karena sama sekali belum
balas memberikan sesuatu. Hanya kasih sayangku yang tersendat-sendat
untuk mereka.
Jadi aku sangat ingin memberika n sesuatu untuk orangtuaku. Yang
membuat keduanya bahagia. Yang membuat keduanya sangat bersyukur
memiliki anak sepertiku. Dan lebih indah lagi agar orangtuaku semakin
dekat kepada Allah. Semakin bertakwa. Semakin cinta. Tapi, apalah yang
bisa kuberikan. Tak ada. Aku tak punya apa pun.
Aku hanya bisa mendoakan. Memohon kepada Allah setiap akhir shalatku.
Meminta kebaikan untuk orangtuaku. Itu pun tak selalu meresapi doaku.
“Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii
shaghiiraa”
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu yang Maha Kaya lagi memiliki segala
alam semesta. Memohon sesuatu yang bisa kupersembahkan kepada
orangtuaku. Sesuatu yang bisa membuat orangtuaku bahagia. Membuat
keduanya semakin bertakwa kepadaMu. Semakin cinta kepadaMu.”
“Aku mohon Ya Allah ya Rahmaan ya Rahiim... tolong sehatkan,
lindungi, berkahi, cukupi mudahkan, dan bahagiakan serta selamatkan
kedua orangtuaku di dunia dan di akhirat...”
“Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang
yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari kiamat)” (Ibrahim :
41)
“Wahai Tuhanku, sayangilah kedua orangtuaku sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al-Isra’ : 24)
Yogyakarta, 20 Januari 2011
Ya Allah, semoga aku bisa mengantarkan bapak dan ibu ke surgaMu...
Semoga aku selalu mencintai dan mendoakan ibu bapakku... Ya Allah,
berikan kesempatan untuk membahagiakan ibu dan bapak, menjadi anak yang sholeh...
Sumber:
http://www.eramuslim.com/oase-iman/najmi-haniva-doa-untuk-ibu-dan-bapakku.htm
0 komentar: