Tweet |
Oleh Dea Tanyo Iskandar
"Saya tidak pernah bekerja seharipun dalam hidup saya. Semuanya hanyalah keasyikan yang menyenangkan". (Thomas Alva Edison)
Ada masa-masa ketika hidup kita dibebani dengan berbagai tugas yang
mesti diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Pada saat itu mungkin
menjadi masa-masa saat jiwa kita merasakan adrenalin yang tak seperti
biasanya.
Pernahkah Anda merasakan hidup yang semakin berat karena tumpukan
pekerjaan? jiwa terdesak-desak? Nafas yang berat tersengal-sengal? atau
dada yang terasa semakin menyempit karena beban tugas dan pekerjaan?
Banyak dari kita tentu pernah merasakan hal itu.
Hikmah, Kata Rasul, adalah hak orang beriman, dimana ia menemukannya
maka ia berhak mengambilnya. Pernyataan Thomas Alva Edison, bisa menjadi
jawaban sekaligus hikmah bagi kita. Bahwa sesulit apapun pekerjaan yang
kita hadapi, seberat apapun tantangan di hadapan kita, selama itu
dinikmati, akan menjadi "keasyikan yang menyenangkan". "Nikmatilah pekerjaanmu" kata Konfusius, "maka kamu tidak akan pernah merasa bekerja seumur hidup". Konfusius benar. Lihatlah bagaimana para tokoh besar belajar dan bertumbuh.
Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam pernah berpeluh berdarah-darah,
namun terus teguh dan tegap mengemban dakwah. Hingga namanya terus
harum dalam sejarah. Mengapa? Karena Rasul menikmati pekerjaannya, beliau menikmati dakwahnya.
Abu Bakr Radhiallahu’anhu, tak gentar memerangi orang-orang yang
enggan membayar zakat di zamannya. Ia tak kuatir dengan kecamuk perang.
Mengapa? karena Abu Bakr percaya sekaligus menikmati keimanannya serta tugasnya sebagai khalifah.
Umar Radhiallahu’anhu, konon sangat jarang tidur, baik siang maupun
malam hari, demi memenuhi hak rakyatnya. Bahkan pernah ia memikul
sendiri berkilo-kilo gandum untuk dibagikan langsung pada rakyatnya. Ia
tak malu, juga tak mengeluh atas beban-beban di pundaknya. Kok bisa? karena Umar menikmati tanggung jawabnya, ia menikmati amanahnya sebagai khalifah.
Ustman Radhiallahu‘anhu, begitu terkenal dengan kedermawanannya. Ia
tak kuatir kekayaannya berkurang saat ia menyedekahkan begitu banyak
hartanya di jalan Allah. Kok bisa? Karena Ustman menikmati keyakinan akan balasan bertransaksi dengan Allah.
Ali Radhiallahu’anhu, tak gentar menggantikan Rasul di tempat
tidurnya untuk mengelabui sergapan kafir Quraisy. Ia mempertaruhkan
nyawanya, kemudian berlari-lari sejauh 450 km, menyusul hijrah Rasul dan
para sahabat dari Mekkah ke Madinnah. Kok bisa? Karena Ali menikmati perintah Allah dan Rasul-Nya sekaligus menikmati keimanannya terhadap balasan akan Syurga-Nya.
Syaikh Ahmad Yasin, seorang tua yang sejak lama mengalami lumpuh
hampir di sekujur tubuhnya. Namun berhasil memunculkan kebangkitan Islam
luar biasa yang menggetarkan zionis israel di Palestina. Beliau lumpuh
namun terus berjuang membela Palestina. Kok bisa? Karena Syaikh Yasin menikmati pengorbanannya untuk membebaskan bumi cinta Palestina.
Thomas Alva Edison, ribuan kali gagal dalam percobaannya membuat bola
lampu listrik. Ia tak menyerah hingga akhirnya berhasil dengan
percobaannya. Kok bisa? Karena Edison menikmati pekerjaannya, menikmati percobaanya.
Para tokoh dan orang-orang besar menikmati tugas-tugasnya. Mereka
senang belajar, senang bekerja, atau senang bereksperimen. Kesenangan
itulah yang kemudian membawa daya ekstra dan perubahan besar bagi diri
mereka, bahkan perubahan bagi episode sejarah zamannya.
Leonardo da Vinci terkenal akan etos kerjanya. Ia begitu gemar
memperhatikan dan mengapresiasi fenomena alam serta hubungan antar
benda. Hingga kemudian lahirlah "Mona Lisa". Begitu buah dari menikmati pekerjaan.
Einstein begitu kagum pada keajaiban alam dan terus bereksperimen
sejak sang ayah menghadiahkan sebuah kompas "ajaib" yang jarumnya selalu
menunjuk ke utara. Hingga lahirlah teori relativitas. Ini juga buah
dari menikmati pekerjaan.
Bill Gates begitu teguh bekerja mengotak-atik mesin komputernya sejak
kecil. Ia sempat drop out dari kampusnya, namun lewat tangannya justru
kita mengenal "Microsoft", dan jadilah Bill Gates manusia terkaya. Pun
ini buah dari menikmati pekerjaan.
Proses belajar / bekerja yang menyenangkan menciptakan daya tumbuh
yang luar biasa. Maka mulai hari ini mari buat hidup kita menyenangkan.
Buat proses belajar dan bekerja kita menjadi sangat menyenangkan. Kita
boleh lelah, kita boleh sejenak kalah, tapi kita tak boleh patah. Kita,
sebagaimana firman Allah, tak boleh putus asa. Terkait hal ini, Saya
mengingat kekata powerfull dari Winston Churcill, dalam pidatonya di Harrold School pada 1941: “Never, ever, ever, ever, ever, ever, ever give up!”. Singkat namun bernas.
Hidup adalah pilihan. Pilihan untuk menjalani hidup dan menghadapi
semua tantangan yang datang. Pidato Churcill bisa menjadi hikmah untuk
kita, agar “jangan, jangan dan janganlah sekali-kali menyerah dalam
hidup.”
Karena itu, mari kita belajar memahami lebih dalam, bahwa kesulitan,
ketegangan, tekanan-tekanan hidup adalah bagian dari siklus hidup. Dalam
lingkaran perjalanan kita yang terus berputar ke depan, rasa-rasa itu
niscaya akan berulang menghampiri kita. Maka terhadap semua tugas-tugas
dan pekerjaan hidup kita, mari kita nikmati perjalanannya. Karena
kemampuan untuk membuat proses hidup lebih menyenangkan akan
menghasilkan pencapaian hidup yang juga menyenangkan.
Maka berderet nama-nama manusia besar; Rasulullah Shalallahu’alahi
wassalam, Abu Bakr, Umar, Ustman, Ali, Syaikh Ahmad Yasin, Thomas Alfa
Edison, hingga Bill Gates telah meraih pencapaian luar biasa dalam
hidupnya. Kemudian mencatatkan namanya dalam lembar sejarah. Dan sekali
kita bertanya, "Kok bisa?" Ya, karena mereka telah berhasil
menikmati hidup. Karena mereka telah berhasil menikmati setiap jengkal
tantangan hidup. Mereka bisa. Selanjutnya kita. Insya Allah.
Dea Tantyo
Universitas Padjadjaran
www.deatantyo.wordpress.com
0 komentar: