Hikmah Dibalik Kehidupan Bermasyarakat

Oleh Abu Miftah


maulid (1).JPG (640×425)

Sebagai makhluk sosial, hidup bermasyarakat tidak dapat kita hindari. Tentu dengan segala konsekwensi bukan merupakan alasan bagi seseorang untuk menghindar, lalu menarik diri untuk bergaul di tengah masyrakatnya. Apalagi lari dari tanggung jawab. Bukankah Islam mengajarkan umatnya untuk hidup membaur di tengah msyarakatnya dengan berbagai konseksewensi yang harus ditanggungnya.

Cerita ini berawal disebuah perumahan dikawasan Bogor. Bagi kebanyakan orang tinggal di komplek menjadi pilihan yang tepat, selain nyaman, aman, juga sejuk terlebih tinggal dipinggiran ibu kota Jakarta.

Perumahan yang di huni rata-rata muslim, mempunyai daya tarik tersendiri. Terlebih adanya musolah yang selalu ramai untuk beribadah. Siapapun yang beribadah disana merasa senang, karena setiap sholat tidak kurang 2 shaf terpenuhi, itupun untuk sholat Zhuhur dan Asyar, sedangkan Magrib dan Isya lebih dari 2 shaf bahkan subuhpun tak kurang dari 2 shaf. Jika diukur dari tingkat usia, musolah ini bukan hanya ramai dengan orang tua anak-anak tak mau ketinggalan.

Dibalik kekhusuaan musolah itu ada tokoh yang sangat dikenal dengan sifat kepiawaannya. Ia sorang ahli agama. Maklum saja lulusan salah kampus Islam terkemuka negeri ini segudang gelar menempel didadanya. Kepiawainya dalam ceramah punya style tersendiri. Selain mampu mengupas buku yang dibacanya, Informasi yang update bahkan temapun selalu berkembang dengan sesekali menyindir terhadap masyarakat.


Cerita ini dimulai dari kegiatan anak-anak pada sebuah lembaga non formal.(gratis) Lembaga ini memang setiap minggunya selalu ramai dikunjungi anak-anak untuk belajar. Tak terkecuali anak-anak diluar kompleks. Lembaga ini menamakan dirinya Taman Baca dan Dongeng. Segudang kreatifitas diajarkan untuk anak-anak. Setahun sudah lembaga ini berkiprah tanpa halangan, namun seiring waktu lembaga ini menunaikan programnya. Saat itu berharap dapat disinergikan dengan kegiatan anak-anak warga yang selama ini vakum. Dengan prosedural yang ketat. Dari pengajuan ke ketua RT hingga rapat warga. Hasil nya menjadi buntu, sungguh mengecewakan, proposal ditolak mentah-mentah dengan dalih, Lembaga ini minta dana ke warga dan ironisnya ketika rapat lembaga ini disudutkan dengan pertanyaan yang menyudutkan, dari binaan bukan anak warga, bukan anak TPA musolah sampai isu kampanye 2014 dari partai tertentu.
Tekad bulat akhirnya program berjalan sebagaimana mestinya. Dengan bertema Semarak Akhir Tahun bersama anak yatim/dhuafa, lembaga ini terus berkeras memperjuangkan program ini. Berjibaku dengan mencari donatur hingga fihak sponsor. Allah mengabulkan doanya. Rasa syukur tak terbentung. Program ini berjalan tanpa seperpun donasi dari warga. Sejumlah tokoh diundang tak terkecuali Sang Piawai untuk mengisi ceramah, namun beliau meminta kesempatan lain waktu, karena kesibukannya. Opini berkembang, cerita bukan sampai disini. Salah seorang remaja dari salah satu seorang Guru TPA yang tak merespon kegiatan ini bahkan anaknya sempat latihan nge- MC namun secara mendadak mengurung niatnya. Tak habis pikir, padahal ini melibatkan anak-anak dan remaja kompleks.
Nasi sudah menjadi bubur, walau sempat diguyur hujan namuan dengan dukungan berbagai lembaga dan donatur akhirnya program ini berjalan lancar. Anak-anak telah memenuhi hak berkreasi dan anak-anak yatim/dhuafa mendapatkan santunan. Belum usai menarik nafas, ternyata ada khabar selepas Isya Sang Piawai bersama kelompok dan pendukungnya membuat acara katanya muhasabah dan makan-makan bersama warga.

Ini sebuah oase yang mungkin dapat dipetik., dulu kita berpikir bahwa hidup bermasyarakat di perumahan penuh damai dan kebahagian, ternyata semuanya sirna (isapan jempol). Seharusnya kita duduk bersama (tabayun) , tidak bicara berdasarkan opini.
Rasulullalh saw bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ، أَفْضَلُ مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لا يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَلا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Seorang mu’min yang bergaul di tengah masyarakatnya dan sabar terhadap gangguan mereka, lebih baik dari mu’min yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak sabar terhadap gangguan mereka.” (HR. Ahmad dan Bihaqi. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 939)
Inilah sebuah refleksi akhir tahun sesunguhnya. Amiin

Sumber:
http://www.eramuslim.com/oase-iman/abu-miftah-hikmah-dibalik-kehidupan-bermasyarakat.htm