Tweet |
“Semua yang hidup itu menuju kepulangan: salesman, sekretaris,
penambang batu bara, penjaga perpustakaan, semuanya. Semua jiwa yang ada
di dunia ini, semuanya mencoba mencari jalan pulang.” (Dr. Hunter “Patch” Adams)
“Semua yang hidup menuju pulang”. Begitu detik awal, narasi
pembuka sebuah film yang dibintangi dengan luar biasa oleh Robin
Williams, berjudul Patch Adams (1998).
Film ini diambil berdasarkan kisah nyata perjuangan seorang dokter
yang bertekad untuk menyembuhkan sekaligus membahagiakan banyak orang.
Sedih, haru, tawa berpadu di film ini. Selain menghujam dengan
nilai-nilai kemanusiaannya, film ini mengajarkan kita satu nilai penting
: Bekal menuju akhirat
Persis dengan apa yang pernah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
gambarkan dalam sebuah hadist. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata :
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda :
“Jadilah engkau di dunia seperti seorang asing atau musafir”. Kemudian Ibnu Umar melanjutkan, “Jika
engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika
engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu datangnya sore.
Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati”.
Di dunia, manusia tak lain ibarat seorang pengembara. Setiap kita tak
ubahnya seperti berada dalam sebuah antrian panjang yang titik akhirnya
adalah akhir hayat kita. Maka setiap yang hidup hakikatnya sedang
menuju jalan pulang. Siapapun.
Namun, seiring berjalannya waktu kita sering lupa. Kita sering tak
menyadari hakikat hidup yang sementara. Kesibukan dunia sering
menyibukkan hati kita. Jerat dunia sering membuat kita lalai untuk
mempersiapkan bekal menuju “pulang”.
Dan biasanya, penyesalan baru datang setelah usia berada di
penghujung. Kita baru tersadar saat hari menjelang senja. Inilah makna
kekata Ali Radhiallahu’anhu yang dikutip Al Ghazali dalam Ihya-nya, “Al-nas niyam, fa idza matu, intabihu”. Manusia itu tidur, maka ketika mereka mati mereka bangun.
Diriwayatkan suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam
mengambil tiga batang tongkat. Lalu beliau menancapkan ketiganya secara
terpisah. Satu tongkat dihadapannya, satu lagi disampingnya dan
menjauhkan satu tongkat yang lainnya.
Kemudian beliau bertanya kepada para sahabat, “Apakah kamu tahu, apakah ini?”. “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Jawab para sahabat. Diam sejenak, kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Ini
adalah manusia dan ini adalah ajal. Sementara yang itu adalah
angan-angan yang dikerjakan anak Adam. Ajal telah menjemputnya tanpa ia
memperoleh angan-angannya.”
Hadist tersebut menggambarkan kepada kita tentang banyak manusia yang
sering terlupa untuk mempersiapkan bekal demi perjalanan yang
sebenarnya. Kita sering terlupa untuk mempersiapkan energi demi
perjalanan yang sangat panjang.
Hingga angan-angan menarik kita cepat atau lambat ke akhir hayat. Dan barulah kita sadar di waktu kesadaran tak bermanfaat lagi.
Saudaraku, kita perlu menafakuri diri. Kita perlu mengintip kembali
telah sejauh apa persiapan yang kita lakukan sampai hari ini. Telah
sebanyak apa bekal yang kita kumpulkan untuk perjalanan nanti? Telah
seberapa siap kita untuk kembali pulang ke kampung halaman sebenarnya?
Kita memerlukan semua itu, karena tempat yang sedang kita tuju, atau
perjalanan yang ingin kita capai, atau rumah yang akan kita hampiri
nanti, bukanlah jalan, tempat, atau rumah yang yang biasa.
Melainkan sebuah ruang dimana kita akan kembali pulang. Bukan
sementara, melainkan untuk selama-lamanya. Karena kita, manusia, dan
semua yang hidup sedang berjalan menuju kesana.
Ya Rabbi, ingatkah Kau kapan terakhir kali kita jumpa?
Lihatlah, kini aku datang
membersamai hati yang makin begitu usang.
Ya Rabbi, aku pulang,
Membawa kabar tentang dunia
Yang kian hari kian melenakkan
Dea Tantyo
Universitas Padjadjaran
0 komentar: